FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PROGRAM BANTUAN SISWA MISKIN PADA JENJANG SMP DI KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Bantuan Siswa Miskin (BSM) merupakan program penanggulangan kemiskinan bidang pendidikan guna mencegah putus sekolah dan mendukung pendidikan menengah universal. Sayangnya di Kabupaten Gunungkidul angka putus sekolah pada jenjang SMP/MTs terus meningkat. Gedangsari sebagai kecamatan dengan IPM dan Indeks pendidikan terendah disertai jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi menarik untuk diteliti, bagaimana efektivitas program BSM dan faktor apa yang mempengaruhi efektivitas tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran. Pendekatan kuantitatif dengan metode analisis data sekunder digunakan untuk melihat efektivitas dari segi outcome. Pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus digunakan untuk melihat efektivitas dari segi output dan faktor yang mempengaruhi efektivitas program BSM. Program BSM pada jenjang SMP di Kecamatan Gedangsari dari segi outcome sangat tidak efektif karena memiliki angka putus sekolah 1,06% dan tertinggi dibanding kecamatan lain di Gunungkidul. Program BSM dari segi output tidak efektif karena hanya satu indikator ketepatan yang terpenuhi yakni ketepatan jumlah. BSM belum tepat sasaran, waktu, maupun penggunaan. Faktor yang menyebabkan ketidakefektivan BSM karena faktor 1) hubungan antar organisasi. Pemahaman pelaksana tingkat sekolah yang kurang terhadap pelaksanaan program membuat tugasnya tidak terlaksana dengan baik sehingga bantuan tidak tepat sasaran dan kegunaan. Selain itu, koordinasi antar pelaksana sekolah dengan Disdikpora juga sangat minim yang membuat program kurang terpantau. 2) Faktor lingkungan. Terbatasnya aksesibilitas dan pengaruh aspek sosial baik dari individu sendiri maupun hubungannya dengan individu lain dalam lingkungan sosial membuat penerima manfaat tetap meninggalkan sekolah. BSM dalam hal ini belum efektif dalam mencegah putus sekolah karena penyebabnya bukan hanya karena faktor ekonomi. Maka perlu upaya selain BSM untuk mempertahankan pendidikan siswa. Cash Transfer for Poor Student (CTPS) is a poverty alleviation program in education to prevent school drop out and to support universally middle education. Yet, school drop out continuously increases in junior high school in Gunungkidul regency. Gedangsari as a subdistrict with the lowest HDI, educational index, and high rate of poor population is interesting to study, as how is the effectiveness of CTPS program and what are factors influencing those effectiveness. This research applies mix approach, quantitative and qualitative approach. Quantitative approach using secondary data analysis method aims to examine outcome effectiveness. Qualitative approach with case study method aims to analyze output effectiveness and factors influencing both effectiveness. CTPS program in junior high school at Gedangsari in terms of outcome with 1.6% drop out rate becoming the highest rate compared to that of other subdistricts in Gunungkidul is very ineffective. This program in terms of output was ineffective because only one of indicators appropriateness was fulfilled i.e. appropriateness of amount. CTPS was inappropriate in terms of target, timing, and financing. Factors influencing the CTPS program ineffectiveness are 1) interorganizational relationship. Lack of understanding school implementer regarding the program implementation causes ineffective task performance leading to inappropriate cash transfer in terms of target and financing. In addition, lack of coordination among school program implementer and the Education Agency causes the program lacking of monitoring. 2) Environmental condition. Limited accessibility and influence of social aspect from each individual student and their social relation cause the beneficiaries out of school. In this case, CTPS program was ineffective to prevent school drop out because the drop out was not only caused by economic factor. Therefore, besides the CTPS program, other efforts are needed for the students to keep schooling.